Mualdin Sinurat

Mualdin Sinurat adalah Guru Matematika di SMP Swasta Putri Cahaya Medan. Putra Batak dari pinggiran Danau Toba pulau Samosir kelahiran 1971 dan telah memi...

Selengkapnya
Navigasi Web
KUPINTA RESTUMU PAPA - 10 (Tantangan hari ke  84)

KUPINTA RESTUMU PAPA - 10 (Tantangan hari ke 84)

Tepat pukul 6 sore Mula dan keluarganya tiba diperkampungan rumah Lasroha. Ma Roida yang menjunjung nasi dalam Bakul besar berada dibarisan paling depan. Dia langsung menuju rumah Pak Sintong. Sesampai didepan rumah yang dituju dia berseru: “Horas…di hamu parjabu.” (bahasa Indonesia: Salam buat penghuni rumah ini). Dari dalam ibu Tarida menjawab: “ Horas…eda. Ayo silahkan masuk.” Sambil mendekat ke pintu Ibu Tarida memanggil Lasroha untuk menerima barang bawaan tamunya. Lasroha pun segera keluar dari kamarnya dan menerima Bakul yang dijunjung ma Roida. Ibu Tarida dan Lasroha menyalami tamu-tamunya dan mempersilahkan duduk ditikar pandan yang sudah dibentangkan diatas lantai papan rumahnya. Ketika bersalaman dengan Mula, Lasroha yang sedikit grogi dan tertunduk tak berani bertatapan muka dengan Mula. Wajah putihnya sedikit memerah menambah kecantikannya sekalipun tidak terpoles dengan make up. Mula merasakan hal itu, dan menjadi semakin berani bertegur sapa dengan gadis pujaannya sekalipun merasa deg-degan.

“Selamat sore ito, apa kabar?”

“Selamat sore bang Mula, Baik baik bang” jawab Lasroha dengan suara bergetar. Denyut jantungnya serasa semakin kencang karena tangannya masih digenggam Mula.

“Silahkan duduk bang,” sambung Lasroha sambil sedikit menarik tangannya.

“O…ya..ya… terimakasih” Mula pun melepaskan genggamannya dan mengambil tempat disebelah kiri bapaudanya Pak Maju. Lasroha juga mengambil tempat duduk disebelah kiri ibunya sehingga dia dan Mula duduk berhadapan. Kesempatan itupun dimanfaatkan Mula untuk leluasa memandang wajah polos dan ayu pujaannya. Sesekali tatapan mereka beradu. Lasroha tertunduk mengelak. Senang bercampur ragu berkecamuk dalam benak Mula karena sampai saat ini Pak Sintong belum muncul bersama mereka.

“Teringatnya lae Bapaknya Lasroha belum pulang ya inang?” tanya pak Maju memulai pembicaraan.

“Ia amang, tadi pagi sudah saya pesan agar pulangnya dipercepat. Katanya sih ya. Tapi entah kenapa sampai sekarang juga belum sampai.”

“Biasanya jam segini dia sudah pulang. Mungkin ada urusan yang belum selesai. Karena bapak kepala desa gak ada disini. Jadi semua urusan kantor harus dia yang nangani katanya”

“Kalau begitu kita tunggu saja dulu. Mudah mudahan sebentar lagi sampai.” Sambung ibu Rouli.

Sambil menunggu Pak Sintong ibu Tarida bertanya tentang keadaan bapaknya Mula. Dengan perasaan senang dan berterimakasih kepada Ibu Tarida, Ibu Rouli menceritakan keadaan pak Lindung setelah minum ramuan yang dibawakan ibu Tarida.

“Sekarang dia sudah bisa jalan, sudah mau makan banyak dan sudah bisa beradu pendapat dengan anaknya itu.” Jelas ibu Rouli dengan wajah berseri.

“ Oh….gitu ya. Syukurlah. Memang obat itu sudah banyak yang memakai dan semua bilang bagus. Makanya saya berani membawanya kemarin.” Sambung ibu Tarida.

“Apakah masih ada Eda? Kalau sudah habis biar saya suruh lagi dibawa kakak ma Juniati.”

“Masih Eda…untuk dua hari lagi mungkin masih cukup. Nanti kalau sudah habis biar saya saja yang minta sama dia.” Jawab ibu Rouli.

Ditengah perbincangan mereka, suara sepeda motor Pak Sintong terdengar menuju depan rumah. Tapi suaranya bukan satu melainkan ada dua. Lasroha langsung menuju pintu depan dan menyambut kehadiran bapaknya.

“Horas inang…, ada tamu ya.” Tanya pak Sintong.

“Ya pa. Sudah dari tadi menunggu bapak.” Sahut Lasroha sambil menerima tas kerja Pak Sintong. Pak Sintong menaiki anak tangga rumahnya sambil memberi salam kepada tamunya: “Horas ma dihita sude” (Salam sejahtera untuk kita semua).

“Horas ma tutu….” Jawab Pak Maju dan semua yang dirumah secara serentak.

“Ayo…silahkan masuk bapak Saut” ajak Pak Sintong sambil menyalami para tamunya. Dari belakang menyusul Bapak Saut adiknya Pak Sintong yang tinggal dekat kantor kepala desa tempat dia bekerja. Pak Sintong langsung menuju kamarnya untuk berganti pakaian seragamnya. Tidak lama kemudian dia keluar dan duduk disebelah kanan ruangan bersama adiknya Bapak Saut.

“Maaf ya, sudah lama menunggu. Kebetulan ada berkas yang harus saya selesaikan tadi karena besok harus ditandatangani bapak kepala desa yang baru pulang tadi sore dari kota Medan.” Jelas pak Sintong memberi alasan membela diri atas keterlambatannya.

“Tidak apa-apa Lae kami juga belum lama sampai.” Jawab pak Maju.

“Kalau begitu langsung saja kita makan dulu ya. Nanti siap makanlah kita bahas yang mau kita bicarakan supaya lebih tenang. Bagaimana kira-kira?” Tanya pak Sintong.

Acara makan malam pun digelar. Bapaknya Roida dan Istrinya yang berperan sebagai Boru bagi keluarga Mula segera mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah makanan siap dihidangkan, Pak Maju lansung memimpin doa makan mereka secara kristiani. Makan malam pun berlangsung akrab kecuali Mula yang sedikit agak diam. Dia tidak seriang biasanya kalau berkumpul bersama keluarga. Suap demi suap dia lakukan seakan diiringi dengan rasa sungkan terhadap calon mertuanya. Mula sesekali melirik kearah Lasroha. Gadis yang diamatinya itupun sama. Pikiran Mula terus berputar, apakah Tulangnya nanti menyetujui keinginannya atau tidak. Tetapi melihat keramahan Tulangnya kali ini, dia merasa bahwa tulangnya akan menyutujui rencananya. Namun sekilas lagi dia berpikir, jangan jangan Tulangnya bersikap seperti ini hanya sandiawara agar tidak mengecewakan kami? Kedua pemikiran inilah yang membuat Mula kurang selera menikmati makan malamnya. Padahal, menu makan malam ini sangat enak apalagi dimasak oleh Ibu Rouli yang terkenal jago masak untuk masakan khas Batak dikampunya itu. Apalagi Ikan Emas yang dimasak arsik. Melihatnya saja air liur kita sudah kita telan. Pasti kalau sudah mencicipinya akan begitu nikmat.

“Wah…luar biasa enak makanan ini, dari rasanya pasti Itoku ibunya Mula yang memasaknya” celetuk Pak Sintong sambil menambah lagi ikan emas yang masih tersisa dalam piring didepannya seraya melirik kearah ibu Rouli.

“Ibu Rouli pun senyum saja.”

“Ya pastilah pak, siapa lagi yang sanggup memasak dengan rasa seperti ini. Apalagi dagingnya ini. Empuk, bumbunya meresap dan membuat mulutku gak bisa berhenti ingin mengunyah terus.” Sambung ibu Tarida istri pak Sintong.

“Ah…Eda sama Ito bisa aja. Mujinya berlebihan. Itu cuma masakan biasa aja” jawab ibu Rouli.

Acara makan bersama sudah selesai, Pak Sintong memulai pembicaraan dengan bertanya tujuan kedatangan keluarga Mula karena tidak biasanya. Dengan penuh kehati-hatian dan mengikuti proses pembicaraan adat batak, Pak Maju yang sudah biasa jadi pembicara dalam pesta pun memaparkan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Sejenak Pak Sintong terdiam dan menunduk sambil mengisap rokok kreteknya. Wajahnya berobah menjadi serius. Wajah itu mengisyaratkan dia sedang berpikir lebih dalam tentang hal yang disampaikan Pak Maju. Suasana menjadi sedikit tegang. Mula yang mengikuti dengan penuh harap menjadi cemas. Denyut jantungnya semakin kencang menunggu jawaban dari pak Sintong. Dihadapannya Lasroha yang tertunduk juga merasa deg-degan menanti apa kata-kata yang akan diucapkan bapaknya.

Horas, Salam literasi ! 070420

#Tantangan Gurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Seru... Semoga lamarannya diterima

08 Apr
Balas



search

New Post